Era Digital: Antara Tantangan dan Harapan

Kita hidup di tengah gelombang perubahan besar. Digitalisasi bukan lagi sesuatu yang bisaditunda atau dinegosiasikan. Ia datang seperti arus deras yang membawa perubahan pada caramanusia berpikir, berinteraksi, hingga belajar. Di seluruh dunia, transformasi digital telahmenjadi fondasi bagi kemajuan ekonomi, sosial, dan budaya. Indonesia, sebagai negara besardengan bonus demografi yang menjanjikan, tak boleh tertinggal.

Di tengah dinamika global ini, pendidikan menjadi sektor strategis yang paling terdampaksekaligus paling potensial untuk bertransformasi. Era digital bukan hanya menghadirkantantangan baru, tetapi juga membuka jalan lebar untuk melakukan lompatan besar. Digitalisasidalam pendidikan bukan sekadar soal pemanfaatan teknologi, melainkan tentang mengubah paradigma: dari pengajaran menjadi pembelajaran, dari sentralisasi menjadi partisipasi, dariakses terbatas menjadi keterbukaan informasi.

Visi Besar Menuju Indonesia Emas 2045

Visi “Indonesia Emas 2045” adalah cita-cita luhur yang menggambarkan negara kita 100 tahunsetelah kemerdekaan: berdaulat, maju, adil, dan makmur. Untuk mencapainya, pembangunansumber daya manusia (SDM) menjadi kunci utama. Dalam konteks inilah digitalisasi pendidikanmendapatkan peran strategis.

Pemerintahan Kabinet Merah Putih di bawah Presiden Prabowo Subianto telah menjadikantransformasi pendidikan sebagai bagian dari Asta Cita, yaitu delapan program prioritasnasional. Salah satu butir penting dalam agenda ini adalah penguatan kualitas pendidikanberbasis teknologi.

Langkah-langkah seperti penyediaan 15.000 smart classroom, pengembangan LearningManagement System (LMS) nasional, pelatihan guru berbasis digital, hingga integrasi datapendidikan menjadi bukti nyata komitmen tersebut. Pemerintah tidak hanya berbicara soalpembangunan fisik, tapi juga transformasi sistemik.

Keadilan Digital sebagai Pilar Utama

Saya pribadi tumbuh di kawasan timur Indonesia, wilayah yang dalam waktu lama menjadisaksi kesenjangan akses terhadap pendidikan. Internet dulu seperti barang mewah, dan bukupelajaran seringkali menjadi rebutan. Namun saat ini, ketika wacana digitalisasi pendidikanbenar-benar diwujudkan, saya merasa ada harapan baru. Ada upaya serius untuk memastikanbahwa anak-anak dari Sabang sampai Merauke bisa menikmati hak pendidikan yang setara.

Namun, digitalisasi yang adil memerlukan pendekatan afirmatif. Kita tidak bisa membiarkanteknologi hanya menjangkau kota-kota besar dan sekolah-sekolah unggulan. Sebaliknya,daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), guru honorer, dan siswa dari keluarga rentan harusmenjadi prioritas utama dalam distribusi perangkat, pelatihan, dan dukungan.

Transformasi yang tidak inklusif hanya akan memperlebar kesenjangan, bukan menjembatani.Maka, kebijakan yang mendorong keadilan digital mutlak dibutuhkan jika kita ingin benar-benarmenuju Indonesia Emas 2045, bukan hanya secara statistik, tapi dalam realitas sosial masyarakat.